BANGKALAN, Kompasmadura.com – Kasus dugaan korupsi mega Proyek Taman Paseban yang menghabiskan anggaran sebesar 5,6 miliar terus berjalan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan dalam berupaya mencari tahu siapa yang pengemplang proyek yang telah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) hingga terjadi kerugian negara sebesar Rp 525 juta.
Sehingga kepala kejaksaan negeri Bangkalan melalui Team penyidik harus memanggil kepala inspektorat Bangkalan Hadari. untuk diperiksa dan mencari tahu alur teraebut.
Hadari ditanya mengenai perkembangan penyelesaian pengembalian uang negara. Secara umum, mantan Kepala DKP tersebut diberi tiga pertanyaan.
Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bangkalan Nurul Hisyam mengutarakan, agenda pemeriksaan terus dilakukan. Sebelumnya, dia juga telah melakukan pemeriksaan, salah satunya, Kepala BLH Bangkalan Saad Asjari dan pelaksana proyek H Humaidi.
Pemeriksaan dilakukan, kata Hisyam, untuk mendalami kasus yang ditangani nya. Sebab, kasus tersebut sudah masuk tahap penyidikan. Karena itu, dia harus mengumpulkan bukti-bukti berupa dokumen, pemeriksaan saksi, termasuk saksi ahli.
”Tujuannya, mencari tahu pihak-pihak yang melakukan tindakan melawan hukum (korupsi)” terang Hisyam.
Dia menjelaskan, kasus dugaan korupsi tersebut sejauh ini masih penyidikan awal. Artinya, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Meski sedemikian, kata Hisyam, kasus tersebut sudah mulai terang. Dirinya akan terus mendalami kasus tersebut hingga mampu menetapkan tersangka.
“Beliau (Hadari) diperiksa sebagai saksi untuk menjelaskan perkembangan laporannya saja. Materinya seputar temuan BPK. Nah, Inspektorat dan BPK kan terhubung,” ujarnya.
Sayang Hisyam tidak bisa menjelaskan secara detail mengenai persoalan Taman Paseban secara mendalam. Dia masih merahasiakan hal itu demi kepentingan penyidikan.
”Kalau materi yang ditanyakan terlalu dalam, tidak bisa saya jawab. Nanti saja menunggu perkembangan selanjutnya,” katanya.
Sementara itu, Hadari mengakui jika dirinya diperiksa oleh jaksa penyidik kejari. Menurut dia, pihaknya hanya diminta untuk menjelaskan status perkembangan penyelesaian adanya kerugian negara sebesar Rp 525 juta. ”Jadi sudah ada penyetoran akhir Rp 225 juta,” jelas Hadari.
Namun, penyetoran tersebut masih belum lunas. Artinya, ada kekurangan Rp 300 juta yang harus dilunasi pihak ketiga. Karena itu, pihak ketiga harus segera menyelesaikan. Apalagi, kata Hadari, pelaksana proyek telah menandatangani surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTM) di hadapan Inspektorat dan BLH.
“Janji rekanan akan menyelesaikan sebelum akhir tahun ini. Karena sudah menandatangani SKTM,” ujarnya.
Ditanyakan oleh Hadari, bahwa Menurut Ketentuan, sebenarnya adanya kerugian negara tersebut bisa dilunasi dalam jangka waktu dua tahun. “Namun, pihak rekanan sudah menyanggupi pengembalian uang negara tersebut sampai akhir tahun ini.” Pungkasnya. [MA/Put]