SUMENEP, Kompasmadura.com – Tindak kekerasan aksi pemukulan oleh salah seorang oknum Guru kepada 7 muridnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, berakhir damai. (24/01/19).
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kepala Sekolah SMA 1 Sumenep, Syamsul Arifin, Aksi pemukulan yang terjadi Senin kemarin 21 Januari 2019, kejadian aksi pemukulan itu berawal saat upacara berlangsung. Oknum guru menemukan tujuh muridnya tidak mengikuti upacara, dan sedang berada di dalam kelas.
Namun secara tiba-tiba oknum guru tersebut langsung melakukan kekerasan dengan menampar pipi bagian atas murid-muridnya, 6 Siswa dan 1 Siswi.
Setelah di tanya oleh media, Syamsul Arifin membenarkan bahwa telah terjadi aksi pemukulan. Namun, menurutnya hal tersebut bukan merupakan kekerasan, melainkan saksi atau hukuman biasa kepada anak didiknya karena sudah melanggar aturan dengan tidak mengikuti Upacara.
“Ya betul, Tapi itu bukan kekerasan, hanya hukuman biasa” Kata Syamsul kepada awak media saat di kantornya. Rabu (23/1).
Lebih lanjut Syamsul menjelaskan, kejadian itu berawal pada saat upacara hari senin, salah seorang oknum guru menemukan tujuh anak didiknya berada didalam kelas, dengan alasan ada yang sakit. Maka dari itu Oknum guru tersebut langsung memberi sanksi kepada tujuh anak didiknya itu.
“Bukan di pukul, melainkan hanya ditepuk, sembari memegang pundaknya seraya memberi contoh” tuturnya.
Bahkan menurut Syamsul, pihak Sekolah mengaku telah melakukan mediasi antara Guru X dan ke tujuh muridnya yang melibatkan 1 orang wali siswa.
“Tadi sudah selesai dimediasi di ruangan ini. Saya panggil anak-anaknya dan guru yang bersangkutan. Akhirnya sama-sama meminta maaf antara Guru X jika telah mendidik kelewatan batas dan Murid sudah mengakui kesalahannya” tukasnya.
Akan tetapi pernyataan Kepala Sekolah SMA 1 Sumenep itu dapat ditepis oleh salah seorang wali siswa yang menjadi korban pemukulan. Menurutnya, atas insiden pendidikan secara kekerasan dari pendidik ke peserta didiknya, pihak kepala sekolah mengelak bahwa telah terjadi pemukulan kepada anak didiknya.
“Itu jelas kekerasan mas, anak saya bercerita, penempelengannya secara spontan mas, tanpa bertanya alasannya kenapa tidak ikut upacara” keluh wali siswa yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, wali siswa yang juga menjadi korban kekerasan itu merasa keberatan, pasalnya pada saat mediasi di sekolah, dan saat hari kejadian tidak di beritahu pihak sekolah secara resmi, serta tidak ada pemanggilan pada saat mediasi, baik secara lisan maupun tertulis.
“Biasanya murid tidak masuk sekolah 3 kali saja wali murid di beri tahu oleh pihak sekolah, masak terjadi insiden kekerasan kami tidak di beri tahu” ungkapnya dengan raut wajah kecewa. [Hend/Nin]
