MALANG, Kompasmadura.com – Dua organisasi profesi di Malang, Pewarta Foto Indonesia Malang dan Aliansi Jurnalis Independen Malang mengecam aksi penghalang-halangan liputan dan perampasan kamera oleh staf SMK Jayanegara, Lawang, Malang, Rab (1/3/2017).
Lembaga sekolah merupakan lembaga publik yang didalamnya terdapat pelajar yang belajar. Peristiwa longsor ini menimpa sekolah tersebut dan diduga bisa mengganggu aktivitas belajar di sekolah itu.
Kerja jurnalis dilindungi oleh undang-undang dan ini diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
Korban bisa melaporkan peristiwa ini melalui perusahaan tempat dia bekerja dan/atau organisasi profesi twmpat dia bernaung ke Dewan Pers bila mengalamii intimidasi atau perampasan alat kerja jurnalis. Dalam pedoman penanganan kekerasan terhadap jurnalis yang dikeluarkan Dewan Pers, perusahaan pers mempunyai peran penting untuk mengawal jurnalisnya yang menjadi korban.
Dari kronologi yang dihimpun Ketua PFI Malang kepada korban, peristiwa perampasan kamera terjadi saat jurnalis foto Radar Kanjuruhan, Falahi Mubarok yang juga anggota PFI Malang ini bermaksud meliput kejadian longsor yang mengakibatkan tembok pagar SMK Jayanegara ambruk pada Selasa (28/2/2017). Sekolah ini berada di Dusun Sumberwaras, Kelurahan Kalirejo, Kec Lawang, Kabupaten Malang.
Falahi Mubarok, wartawan yang datang ke lokasi pada Rabu (1/3/2017) dihalangi ketika akan meliput di lokasi tersebut. Sempat terjadi ketegangan dengan pihak sekolah karena video yang diambil oleh Falahi Mubarok dihapus paksa setelah satpam sekolah merampas ponselnya.
Sebelum masuk ke lokasi, sebenarnya Falagi Mubarok sudah izin dan mengisi daftar tamu untuk masuk. Kemudian dipersilahkan oleh satpam. Namun, setelah masuk dan wawancara dengan pekerja yang bersih-bersih muncul humas sekolah yang langsung meneriaki Falahi Mubarok.
Humas menanyakan korban dari mana dan setelah korban menjawab maksud dan tujuannya untuk meliput, disertai menunjukkan id card pers nya.
Humas kemudian berkata, “Tidak boleh, Mas. Tidak usah diliput.
Barok lalu meminta bertemu kepada kepala sekolah dan dijawab humas kalau kepala sekolah tidak ada. Barok juga menanyakan kenapa tidak boleh diliput kejadian longsor di sekolahnya. Humas menjawab,”Pokoknya tidak boleh, kami punya hak di sini,” kata humas yang menolak menyebutkan identitasnya ketika ditanya.
Humas tersebut lalu menyuruh satpam mengeluarkan Barok dari lingkungan sekolah. Sempat terjadi ketegangan dan Barok juga merekam kejadian ini dengan kamera ponselnya. Kemudian empat orang mendekati dan salah satunya mengambil ponsel secara paksa serta menghapus video yang diambil anggota PFI ini.
Tak berselang lama, beberapa jurnalis lainnya datang ke lokasi untuk meliput kejadian longsor. Satpam yang bernama Yulianyo langsung menutup gerbang sekolah dan berucap,”Gak boleh. Gak boleh”.
Atas peristiwa ini AJI Malang dan PFI Malang mengecam peristiwa ini dan berharap perusahaan media melaporkan peristiwa ini ke Dewan Pers dan kepolisian karena pelaku penghalang-halangan kerja-kerja jurnalistik melanggar undang-undang dan bisa diancam pidana.
Meminta semua jurnalis untuk bekerja secara profesional dan patuh terhadap kode etik jurnalistik.
Mengimbau kepada semua masyarakat agar menghormati jurnalis yang bekerja secara profesional dan tidak menghalanginya ketika meliput untuk kepentingan publik.
Berikut kronologi yang disampaikan korban:
Sekitar jam 10.30 WIB, Rabu (1/3/2017). Falahi Mubarok , Pewarta Foto Radar Kanjuruhan tiba di gerbang SMK Farmasi Jaya Negara, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang untuk meliput informasi bencana longsor di SMK Tersebut.
Tiba di lokasi, Falahi Mubarok berbincang dengan satpam tentang tujuannya datang. Dipersilahkan masuk untuk melihat lokasi longsor, namun ketika berbincang dengan pekerja yang membersihkan material longsor, Barok diteriaki staff sekolah yang mengaku sebagai humas.
Barok ditanya dari mana? Dan dijawab dari media dan mengutarakan maksudnya beserta menunjukan idcard pers. Namun humas tidak memperkenankan meliput, karena merasa punya hak. Barok pun mengutarakan niatnya untuk menemui kepala sekolah, namun dijawab humas kepala sekolah tidak ada. Barok akhirnya mengeluarkan handphone (hp) untuk merekam penghalangan tugas jurnalistik itu dengan kamera hp. Setelah berhasil merekam, barok dikerumuni satu satpam, tiga pekerja dan humas serta satu staff sekolahan yang lalu merampas paksa HP dan menghapus rekaman tersebut. Setelah dihapus, Barok meminta HP nya kembali dan sambil keluar sekolah merekam kembali. Sejumlah wartawan yang tiba setelah Barok juga tidak diijinkan memasuki sekolah meski sudah mengutarakan niatanya untuk melakukan tugas jurnalistik.
Sumber : Rilis Ketua AJI dan PFI Malang
