SUMENEP, Kompasmadura.com – Sebesar Rp 30 milyar, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Kabupaten Sumenep tahun 2016, sangat minim hanya terserap kurang lebih 24 persen, atau sekitar Rp 209 juta.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Sub Bagian Perekonimian Sekab Sumenep Suhermanto, dari hasil rapat yang dilakukannya DBHCT baru terserap 24 persen, minimnya serapan tersebut, terkendala kebijakan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14/2016 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD harus mempunyai badan hukum minimal berusia tiga tahun.
Kata dia peraturan tersebut, dinilai bertentangan dengan PMK Nomor 28/PMK.07/2016 Tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Sedangkan PMK itu diturunkan menjadi Perbup (Peraturan Bupati), dan Perbubnya baru selesai.
Untuk DBHCT sendiri akan direalisasikan kepada wilayah penghasil tembakau, dimana realisasi dana tersebut diserahkan kepada delapan SKPD, yakni Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Peternakan, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas perindustiran dan Perdagangan (Disperidag), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigras (Disnakertans), dan Dinas Koperasi dan UMKM
“Mengenai besar anggaran disesuikan kebutuhan Sesuai PKM Nomor 28 sebesar 50 persen bersifat blogren dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah,”jelasnya Selasa (1/11/2016)
Kata dia, dana tersebut fokus kepada lima jenis program anataranya mutu tebakau, pembinna lingkungan dan pengeumpulan inofmasi cukai ilegal, sedangkan serapan angaran paling besar yakni Dinas Kesehatan (Dinkes).
Ia pesimis dana DBHCT tersebut terserap semua, kemungkinan sisa anggaran masuk Sisa lebih penggunaan anggaran (SILPA), dan akan diajukan kembali pada tahun 2017. Lanjut Suhermanto, tidak hanya DBHCT, APBD pun setiap tahun selalu ada SILPA. [Sy/uL]
