JAKARTA – Ada dua momen yang penting untuk dicatat ketika Presiden Joko Widodo bertemu muka dengan siswa-siswa Indonesia. Pertama adalah saat presiden menghadiri peringatan Isra Mi’raj di sebuah pondok pesantren di Magelang, Jawa Tengah.
Acara yang berlangsung pada 04 Mei 2016 itu, Jokowi menanyakan kepada salah satu santri tentang kabinet kerja. “Menteri kabinet kerja ada 34, sebutkan 3 saja,” tanya Jokowi.
“Bismillahirrahmanirrahim..” kata santri sebelum menjawab. “Nomor satu.. Ahok!” sebutnya lantang. Sontak tamu undang tertawa, termasuk Presiden Jokowi. “Coba ulangi, sebutkan 3 menteri kabinet kerja,” tanya Jokowi lagi.
“Nomor satu, Megawati..!” sahut si anak dengan suara lantang. Disusul tawa Jokowi dan undangan lagi. “Terus?” tanya Jokowi. “Nomor satu Megawati. Nomor dua Ahok. Nomor tiga Prabowo!” si santri mantap dengan jawabanya, hingga membuat Jokowi terkekeh-kekeh.
Peristiwa kedua adalah yang terjadi pada Kamis lalu (26/01/2017) pada acara pembukaan gelaran Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017 di Jakarta International Expo (JIExpo). Seorang murid SD sangat kesulitan ketika diminta Jokowin menyebut nama ikan.
“Ikan rere,” jawab Ari disambut tawa seisi ruangan. Jokowi membenarkan yang dimaksud Ari adalah ikan lele. “Ikan pa-us (paus -red),” lanjutnya. “Ikan teri,” ucap Ari.
Jeda beberapa lama, Jokowi kemudian meminta Ari menyebutkan nama satu ikan lagi. Ari terdiam beberap saat, sebelum menjawab ikan “kontol”. Jawabannya kontan membuat yang hadir tertawa termasuk Jokowi. Namun Jokowi dengan sabar membenarkan pelafalan jenis ikan yang satu ini.
“Ikan kontol,” ulang Ari. Jokowi pun membenarkan, “Ikan tongkol.” Saat kembali mengulang jenis-jenis ikan yang sudah dilafalkannya, Ari kembali kesulitan menyebutkan jenis ikan tersebut. Namun, suami Iriana Joko Widodo itu dengan sabar kembali membenarkannya, dan menyuruh Ari mengambil hadiah.
Kedua vidio tersebut viral di media sosial dan menjadi bahan tertawaan.
Orang boleh saja tertawa, jika menganggap kejadian tersebut pantas disebut sebagai lawakan di tengah kondisi sulit yang menghimpit. Akan tetapi, dari sudut pandang pendidikan, kejadian ini sangat mengiris—mencerminkan kualitas pendidikan kita.
Pertama, keterlaluan seorang anak sederajat SMP tidak mengetahui satu pun nama menteri, sekaligus tak tahu siapa politisi sekelas Megawati, Prabowo dan Ahok. Kejadian ini secara nyata menunjukkan lemahnya tingkat kognisi siswa kita, terutama di bidang kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.
Siswa tersebut adalah representasi betapa pendidikan kita tidak mampu membuat anak-anak membaca atau mendengar secara serius. Nama Megawati, Prabowo dan Ahok pasti hanya didengar atau dibaca secara seliweran.
Kedua, gagal menyebut empat nama ikan untuk anak level SD juga memilukan. Bisa jadi yang bersangkutan tidak akrab dengan konsumsi ikan, atau sekolah memang tidak mengajarkannya di kelas. Jika alasannya grogi, ini pun kegagalan sekolah menanamkan kepercayaan diri pada anak—akibat timpangnya proses reward dan punishment, pengabaian terhadap kejahatan olok-olok, kesantunan yang berlebihan, atau tidak dibiasakannya anak-anak untuk mengungkapkan pendapat secara terbuka di kelas.
Secara umum, keduanya adalah sampel betapa rendah aspek kognisi siswa kita terhadap pengetahuan. Hal ini menegaskan survei Pearson pada 2014, mengukur aspek kognitif siswa kita yang berada peringkat 50 dari 50 negara yang disurvei (mahasiswanya di peringkat 49). Jika harus diperjelas lagi, siswa kita adalah yang paling rendah dari semua.[rimanews]