close
NEWS

Polemik Pembelian Helikopter AW101 Bakal Melebar?

2348936

JAKARTA, Kompasmadura.com – Polemik soal rencana pembelian helikopter AugustaWestland 101 (AW101) oleh TNI-AU dari pihak luar, dikhawatirkan terus melebar. Ada apa gerangan?

Presiden Jokowi sebelumnya menolak pembelian heli angkut VVIP AW 101 buatan Inggris dan Italia seharga 55 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 761,2 miliar per unit itu karena dinilai terlalu mahal dan tak sesuai kondisi keuangan negara.

Namun menurut Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, pembelian helikopter tetap dilakukan karena sesuai kebutuhan, dan bukan untuk VVIP yang sebelumnya telah ditolak Presiden.
TNI AU kemudian mengajukan pembelian satu heli AW 101 melalui surat kepada Kementerian Pertahanan pada 29 Juli 2016 untuk kebutuhan angkut militer.

Namun, rencana pembelian itu mendapat penolakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan alasan melanggar Undang-Undang Industri Pertahanan. Di sini polemik terjadi.

Dalam kaitan ini, Ketua Bidang Perencanaan Tim KKIP Muhammad Said Didu, proses pembelian heli AW 101 melanggar Pasal 43 yang menyebutkan bahwa pengguna, dalam hal ini TNI AU, wajib menggunakan produksi industri pertahanan dalam negeri apabila suatu alat pertahanan-keamanan telah diproduksi di Indonesia.

Jika industri pertahanan dalam negeri tidak bisa memenuhi, TNI AU bisa mengusulkan ke KKIP untuk menggunakan produk luar negeri dengan mekanisme antarpemerintah (G to G) atau pemerintah dengan pabrik.

“Informasi yang kami dapatkan, pembelian AW 101 dilakukan lewat agen. Ini saja sudah melanggar,” kata Said Didu.
UU Industri Pertahanan juga menyebutkan, pengadaan alat pertahanan keamanan dari luar negeri harus memenuhi sejumlah syarat dalam perjanjian jual beli, seperti kewajiban adanya transfer teknologi, kandungan lokal paling rendah 85 persen, hingga imbal dagang.

Sejauh ini, kualitas produk-produk alutsista dalam negeri sendiri terbilang sudah cukup baik. Berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan, setiap pembelian alutsista harus diiringi dengan kerja sama dan peningkatan kapasitas industri pertahanan dalam negeri.
Ketentuan itu, seharusnya juga dimasukkan oleh TNI Angkatan Udara dalam perjanjian jual-beli.

Oleh sebab itu, kalangan DPR meminta, pemerintahan Jokowi diminta untuk menepati janji terkait komitmen untuk mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.

Anggota Komisi I DPR Sukamta mengingatkan, komitmen yang pernah dibuat untuk mengembangkan industri pertahanan dalam negeri itu hendaknya dipegang oleh pemerintah. Dan yang dibutuhkan hanya good will atau niat baik pemerintah untuk mendorong industri pertahanan dalam negeri tersebut.

Jika kemudian TNI-AU tetap membeli helikopter AugustaWestland 101 (AW101) dan dinyatakan melanggar Undang-Undang Industri Pertahanan, tentu menjadi masalah yang merepotkan.

Maka, harus ada win-win solution agar semua pemangku kepentingan tidak ada yang kehilangan muka, agar polemik soal pembelian helikopter AW101 itu tidak melebar dan jadi bola liar. Di sini, sinyal solusi bagi semua pemangku kepentingan itu hendaknya datang dari istana agar tidak ada prasangka, perburuan rente dan dusta di antara mereka. Bagaimanapun publik khawatir pemerintah dan rakyat kita hanya akan menjadi negara konsumen senjata dan alat perang selamanya. Dan kalau itu terjadi, ketahanan nasional kita pasti terancam atau dalam bahaya.

 

 

 

Sumber : inilah.com

Tags : Pembelian helikopter