JAKARTA, Kompasmadura.com – Rencana kebijakan belajar 8 jam yang diusulkan Mendikbud Muhadjir Effendy akhirnya dihentikan Presiden Joko Widodo. Melalui Sekretaris Kabinet, Presiden meminta Mendikbud mengkaji kebijakan tersebut.
Alasannya, kebijakan belajar 8 jam hanya bisa diterapkan di sekolah-sekolah yang yang punya sarana dan prasarana memadai. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menganggap, tidak semua sekolah di Indonesia bisa mengikuti kebijakan belajar 8 jam sehari.
“Saya dengan FSGI mengkritik keras kebijakan tersebut karena tidak berorientasi pada hak-hak anak,” kata Sekjen FSGI, Retno Listyarti kepada INILAHCOM, Kamis (23/6/2017).
Indonesia, katanya, bukan hanya Jakarta yang kebanyakan infrastruktur pendidikannya sudah memadai. Retno menganggap kebijakan belajar 8 jam merupakan buah pikir masyarakat kota.
“Tidak melihat fakta bahwa di negeri ini jutaan anak itu harus membantu orang tuanya sepulang sekolah, banyak daerah yang angkot hanya sampai pukul 15.00, banyak anak yang orangtuanya tak mampu membekali makan siang,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, sistem belajar 8 jam juga perlu disesuaikan dengan karakter guru didik. Sebab bila tidak, kebijakan lebih lama disekolah itu justru malah membunuh karakter peserta didik.
“Dan bagi saya kualitas pendidikan itu tidak ditentukan oleh lamanya belajar di sekolah,” tandasnya.
Mendikbud sebelumnya berencana menerapkan sistem belajar 8 jam sehari disekolah, alasannya, untuk mengembangkan karakter anak melalui pendidikan. Nantinya, waktu delapan jam disekolah, tidak melulu belajar dikelas mendengarkan guru. Melainkan akan diisi dengan kegiatan ekstakulikuler.
Namun, belum juga kebijakan itu berjalan, komentar negatif mengiringi rencana mendikbud tersebut. Hingga akhirnya Presiden memerintahkan agar mengkaji kembali kebijakan sistem belajar 8 jam sehari itu.
Inilah