SAMPANG, Kompasmadura.com – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengeruduk kantor Pengadilan Negeri Sampang di Jalan Suprapto setempat, Rabu (29/9/2021). Mereka memprotes kurangnya kooperatif PN Sampang atas permintaan audensi kasus pedofil terdakwa Dulhari (45), warga Desa/Kecamatan Torjun Sampang terhadap “Bunga” yang merupakan ponakannya sendiri.
Ketua Jaka Jatim Korda Sampang Busiri mengatakan, aksi damai ini bentuk rasa kekecewaan terhadap lembaga ini. Sebab pada tanggal 20 September 2021, Jaka Jatim dan MDW mengajukan
permohonan audensi. Tapi responnya PN Sampang ditolak dengan alasan Covid-19.
“Padahal Rabu 8 September 2021, kami melakukan audensi ke Kejaksaan Negeri kami diterima dengan baik. Ada apa dengan Pengadilan Negeri Sampang? Apakah anti aspirasi masyarakat?,” kata Busiri.
Padahal, kata dia, dirinya memberikan dukungan moral terhadap penegakan hukum di Kabupaten
Sampang dalam penanganan kasus tindak asusila terhadap anak dibawah umur. “PN Sampang jangan tertutup terhadap publik, jangan anti terhadap masyarakat, sebab masyarakat mempunyai hak menyampaikan aspirasi dan mendengarkan informasi,” terangnya.
“Penolakan audensi atas permintaan rekan-rekan berdasarkan karena Covid-19 di Sampang masih dilevel 2,” kata Aries Sholeh Efendi Ketua Pengadilan Negeri Sampang.
Dihadapan mereka, dia menjelaskan penolakan audensi itu berdasarkan pada instruksi Menteri Dalam Negeri Nomer 42 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Selain itu, beralasan kondisi penyebaran Covid-19 masih belum reda di Kabupaten Sampang.
“Semuanya terbuka tidak ada yang ditutup-tutupi. Nah, hari ini kebetulan sidang putusan pelaku silahkan ikuti sifatnya terbuka,” ujar pria yang baru tiga bulan menjabat PN Sampang.
Sementara Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak MDW Sampang Siti Farida menginginkan PN Sampang memberikan vonis maksimal terhadap Dulhari. Alhamdulillah, dalam persidangan putusan pelaku pedofil divonis 20 Tahun penjara dan didenda Rp 50.000.000 jika tidak membayar denda maka hukuman ditambah 6 bulan.
Putusan tersebut memberikan menjadi peringatan keras bagi masyarakat lainnya khususnya kepada pelaku efek jera. Mengingat segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, baik secara fisik ataupun psikis sangatlah bertentangan dengan hukum.
“Sampang yang mengantongi predikat Kabupaten Layak Anak ini, tentu harapan tidak terulang lagi kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur,” harapnya.
Kendatinya, anak merupakan aset bagi keluarga dan sebagai generasi penerus bangsa dalam melanjutkan cita-cita masa depan. “Marilah kita sama-sama mengayomi anak-anak kita, masa depan mereka jangan kemudian nodai dengan kepurukan,” pesan Ida sapaannya. (Ful/Nin)
