BANGKALAN, kompasmadura.com – Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya diperiksa oleh satuan reserse kriminal polres Bangkalan, tepatnya petugas penyidik satreskrim yang menangani kasus kekerasan terhadap seorang wartawan, yakni Ginan Salman salah satu wartawan yang bekerja di media lokal.
Kekerasan menimpa terhadap Ghinan di lakukan oleh segerombolan oknum Pegawai Negri Sipil (PNS) di dinas PU Bina Marga dan Pengairan kabupaten Bangkalan pada tahun 2016 lalu.
Berdasarkan keterangan ketua AJI Surabaya, bahwa pihaknya diperiksa lantaran petugas penyidik tidak percaya atas anggotanya (Ghinan Salman) yang bekerja di salah satu perusahaan media di Madura. Hal itu terjadi karena kurangnya back up dari perusahaan media tersebut terhadap anggotanya dalam kasus yang saat ini masih mengendap dimeja penyidik.
“Kami menegaskan bahwa Ghinan Salman memang benar benar seorang jurnalis. Karena Standart object Product (SOP) untuk menjadi anggota AJI sendiri ada klarifikasi yang memastikan bahwa orang tersebut adalah wartawan yang dibuktikan dengan karya jurnalistiknya, serta rekomendasi dari tiga anggota AJI, jadi ini hanya penegasan saja,” ucap Prasetio Wardoyo, Ketua AJI surabaya, saat usai diperiksa oleh penyidik satreskrim polres Bangkalan, Senin (20/2).
Seharusnya, kata dia, perusahaan media tempat anggotanya bekerja tersebut di back up, sesuai surat edaran dari dewan pers bahwasanya jika ada seorang jurnalis mengalami tindak kekerasan, maka wajib hukumnya perusahaan media tersebut untuk memfasilitasi jurnalisnya dari semua aspek.
“Jangan dilepas begitu saja, seharusnya dibantu dari segi proses hukum juga, entah bagaimana caranya mereka itu menyediakan support dalam proses hukum ini, itu kewajiban bagi perusahaan media,” ujarnya.
Dirinya, mengaku bahwa pihaknya sudah berkordinasi dengan perusahaan media tempat anggotanya bekerja. “Jadi selama ini kita melihat tidak ada tindakan yang kongkrit atau real dari perusahaan yang kemudian berindikasi terhadap dukungan korban, jadi tidak dibiarkan begitu saja,” katanya
Sementara, pihak pengacara yang mendampingi korban, Johanes Dipa Widjaja, mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan atensi dari perusahaan media tempat kliennya bekerja, bukanlah intervensi. “Karena penyidik masih ragu apakah Ghinan ini benar benar wartawan atau bukan saat menjadi korban,” cetusnya.
Dirinya, menyebutkan bahwa acuhnya perusahaan media tempat kliennya bekerja adalah sebuah pelanggaran etika keprofesian. “Harusnya secara moral jika ada keryawannya yang terkena musibah di beckup sampai total,” tandasnya.
Johanes, mengaku bahwa pihaknya sudah berkordinasi dengan perusahaan media tempat kliennya bekerja. “Iya sebelumnya kami sudah datang ke perusahaan media tempat korban bekerja, dan kami bilang kalau kami siap memndukung sampai perkara ini selesai,” paparnya.
Terpisah, kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Anton Widodo, menjelaskan bahwa pihaknya bukan tidak percaya, melainkan hanya untuk melengkapi data untuk pemeriksaan. “Iya kami sebenarnya juga butuh keterangan dari perusaah media tempat korban,” jelasnya.
Sayangnya, dirinya tidak bisa memastikan apakah pihak penyidik sudah berkordinasi dengan pihak perusahaan media tempat korban bekerja. “Saya tanyakan dulu kepenyidiknya. Soalnya kasus ini terjadi sebelum saya ditempatkan disini, makanya kurang faham,” pungkasnya. [MA/Put]